 |
Hukum Adat |
Contoh Kasus
Peristiwa hamil diluar nikah yang dialami oleh seorang gadis (AS) asal Desa Temesi Gianyar dan gagal meminta pertanggungjawaban dari seorang pria (GS) membawa konsekuensi kejadian ini berlanjut ke jalur Hukum dan delik Adat. AS dan keluarga yang gagal menuntut pertanggungjawaban dari si pria, membawa masalahnya ke ranah hukum pidana dalam persindangan. Dari sanksi adat tersebut juga diterapkan oleh masyarakat Desa Temesi, bagaimana supaya AS mengembalikan keseimbangan di desa yang dianggap tercemar karena telah ada seorang wanita yang lahir diluar nikah.
Berdasarkan kasus delik adat diatas, bandingkanlah pemidanaan menurut Kaidah-kaidah dalam Hukum Pidana (KUHP) dengan pemidanaan dalam Hukum Adat
ANALISA
Jika kita menilik dari kasus hukum yang terjadi kepada gadis yang berinisial AS tersebut atas perbuatan yang dilakukannya bersama kekasihnya yang berinisial GS, maka untuk kasus hukum dalam KUHP kita adalah tidak dapat dipidana. Hal ini dikarenakan bahwa orang dewasa yang melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran penuh, maka tidak dapat melakukan penuntutan pidana terhadap laki-laki tersebut.
Namun, akan berbeda kasusnya jika salah satu dari keduanya telah terikat dalam ikatan perkawinan. Jika kasus tersebut dalam suatu ranah perkawinan maka perbautan tersebut dapat dipidana, karena hal yang dilakukan adalah sebuah perselingkuhan yang dapat dijerat dengan delik pidana mukah (perzinahan), jika terdapat pengaduan yang resmi dari salah satu atau kedua belah pihak. Delik mukah (zina) dapat dilihat di pasal 284 KUHP.
Perbandingannya dengan Delik Adat disini adalah jika ada gangguan dalam kehidupan masyarakat hukum adat karena sifatnya yang komunal dan religiomagis tersebut, maka gangguan terhadap keseimbangan hidup mereka, harus dipulihkan. Gangguan ini umumnya dikenal dengan delik adat umum dikenal dengan delik adat atau pelanggaran adat.
Delik yang paling berat menurut hukum adat adalah segala pelanggaran yang memperkosa perimbangan antara dunia lahir dan dunia gaib, serta pelanggaran yang memperkosa dasar susunan masyarakat, misalnya perbuatan penghianatan, delik terhadap diri pribadi kepala adat. Karena dalam tiap-tiap pelanggaran hukum, para petugas hukum menimbang bagaimana mereka akan bertindak untuk membetulkan kembaliperimbangan hukum. Tindakan atau upaya (pertahanan adat atau adat reaksi) yang diperlukan mungkin hanya berupa hukuman untuk membayar sejumlah uang sebagai pelunasan hutang atau sebagai pengganti kerugian. (soepomo : 1976 : 114)
Pendechten van Het Adatrecht bagian X yang mengumpulkan bahan-bahan mengenai hukum adat delik (adatstrafrecht) dan yang diterbitkan pada tahun 1936 menyebutkan beberapa reaksi dan koreksi adat sebagai berikut :
- Pengganti kerugian (immateril) dalam pelbagai rupa seperti paksaan menikahi gadis yang telah dicemarkan.
- Bayaran uang adat kepada orang yang terkena, yang berupa benda yang sakti sebagai pengganti kerugian rohani.
- Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran gaib.
- Penutup malu, permintaan maaf.
- Berbagai hukuman badan hingga hukuman mati.Pengasingan dari masyarakat serta meletekkan orang diluar tata hukum.
Hal tersebut diatas merupakan salah satu dari tujuan koreksi adat dari segala tindakan yang menetralisir pelanggaran-pelanggaran hukum itu sendiri. Koreksi adat ini adalah suatu tindakan untuk memulihkan perimbangan hukum dan perimbangan hukum ini meliputi pula perimbangan antara lahir dan dunia gaib.
Demikian contoh kasus yang bisa saya share kepada kalian. Terimakasih telah membaca artikel saya. Jangan Lupa klik tombol Google Plus ( G+ ) nya ya. Salam Kang Rushend.